Teori Kultivasi
Teori ini
disebut juga dengan analisis kultivasi adalah teori yang memperkirakan dan
menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan kepercayaan mengenai dunia
sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media dalam jangka panjang.
Analisis kultivasi
memberikan perhatian pada totalitas dari pola komunikasi yang disajikan tv
melalui berbagai tayangan secara kumulatif dalam jangka panjang.
Konsep Dasar Teori Kultivasi
Pada
dasarnya, Teori Kultivasi pertama kali di kemukakan oleh George Gerbner bersama
rekan-rekannya di Amenberg School of Communication di Pennsylvania pada tahun
1969, dalam sebuah artikel yang berjudul “the television of violence” yang
berisikan bagaimana media massa khususnya televisi menampilkan adegan-adegan
kekerasan di dalamnya. Teori kultivasi ini muncul dalam situasi pada saat
terjadi perdebatan antara kelompok ilmuwan komunikasi yang meyakini bahwa efek
sangat kuat dari media massa.
Teori
Kultivasi muncul untuk meyakinkan orang bahwa efek media massa lebih bersifat
kumulatif dan lebih berdampak pada tataran social budaya ketimbang individual.
Signorielli dan Morgan pada tahun 1990 mengemukakan bahwa analisis kultivasi
merupakan tahapan lanjutan dari penelitian efek media yang sebelumnya dilakukan
Gerbner yaitu “Cultural Indicator” yang menyelidiki Proses
institusional dalam produksi isi media, image atau kesan isi media serta
hubungan antara terpaan pesan televisi dengan keyakinan dan perilaku khalayak.
Dalam
penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Gerbner diketahui bahwa penonton
Televisi dalam kategori berat mengembangkan keyakinan yang berlebihan mengenai
dunia sebagai tempat yang berbahaya dan menakutkan. Sedangkan kekerasan yang
mereka saksikan di Televisi menambah ketakutan sosial yang membangkitkan
pandangan bahwa lingkungan mereka tidak aman dan tidak ada orang yang dapat
dipercaya.
Kajian Teori Kultivasi
Teori
Kultivasi menganalisis tayangan televisi telah menjadi teman keseharian oleh
kebanyakan orang dalam keluarga di amerika serikat, karena Teori ini
memprediksikan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pemahaman, dan keyakinan
jangka panjang tentang dunia ini sebagai hasil dari mengkonsumsi isi media.
Gerbner (1999) mengemukakan bahwa“sebagian besar yang kita ketahui, atau
yang kita piker kita ketahui, adalah tidak pernah kita alami sendiri”. Banyak
hal yang kita ketahui itu karena yang kita lihat dan kita dengar dari media.
Teori Kultivasi terus mengalami evolisi bertahun-tahun lamanya, melalui
serangkaian metode dan teori yang dilakukan oleh Gerbner dan rekan-rekannya.
Asumsi Dasar Teori Kultivasi
Terdapat
tiga asumsi dasar teori kultivasi yang dikemukakan oleh Gerbner yaitu : 1).
Secara Esensial dan Fundamental Televisi berbeda dengan media yang lain. Asumsi
ini menunjukkan bahwa spesifikasi keunikan dari Televisi yaitu kelebihan
Televisi menjadikannya istimewa seperti televise tidak memerlukan sederetan
huruf-huruf seperti halnya media cetak lainnya, televisi bersifat audio dan
visual yang dapat dilihat gambar dan suaranya, Televisi tidak memerlukan
Mobilitas atau memutar tayangan yang disenangi dan karena aksesibilitas dan
avaibilitasnya untuk setiap orang membuat Televisi menjadi pusat kebudayaan
masyarakat kita. 2). Televisi Membentuk Cara kita berfikir dan berhubungan.
Asumsi ini masih berkaitan dengan pengaruh tayangan Televisi, pada dasarnya Televisi
tidak membujuk kita untuk benar-benar meyakini apa yang kita lihat di Televisi,
berdasarkan asumsi ini, Teori Kultivasi mensuplay alternative berfikir tentang
tayangan kekerasan di Televisi. 3). Televisi Hanya Memberii Sedikit Dampak.
Asumsi yang terakhir ini mungkin agak berbeda dengan asumsi dasar Teori
Kultivasi, namun Gerbner memberiikan analogi ice age untuk memberi jarak antara
teori kultivasi dan asumsi bahwa Televisi hanya memberikan sedikit efek atau
dampak. Dalam analogi ice age menganggap bahwa Televisi tidak harus mempunyai
dampak tunggal saja akan tetapi mempengaruhi penontonnya melalui dampak kecil
yang tetap konstan.
Teori
Kultivasi dalam bentuk yang paling dasar menunjukkan paparan bahwa sesungguhnya
televisi dari waktu ke waktu, secara halus "memupuk" persepsi pemirsa
tentang kehidupan realitas. Teori ini dapat memiliki dampak pada pemirsa TV,
dan dampak tersebut akan berdampak pula pada seluruh budaya kita. Gerbner dan
Gross (1976) mengatakan "televisi adalah media sosialisasi kebanyakan
orang menjadi peran standar dan perilaku. Fungsinya adalah satu,
enkulturasi". Televisi memang sudah sangat melekat dikehidupan kita
sehari-hari. Dari televisilah kita belajar tentang kehidupan dan budaya.
Tontonan seperti acara sinetron maupun reality show yang sering menunjukkan
kekerasan, perselingkuhan, kriminal, dan lain sebagainya akan dianggap sebagai
gambaran bahwa itulah yang sering terjadi di kehidupan realita. Padahal belum
tentu semua yang terdapat pada tayangan itu adalah kejadian-kejadian yang
sering terjadi dikehidupan kita. Karena jika ditelaah, semua yang terdapat pada
reality show atau sinetron adalah hasil dari skenario belaka. Lebih jauh dalam
Teori Kultivasi dijelaskan bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton
televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang,
yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang
menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap harinya. Kelompok penonton ini
sering juga disebut sebagai khalayak ‘the television type”, serta 2 (dua)
adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2
jam atau kurang dalam setiap harinya. Dan teori kultivasi ini berlaku terhadap
para pecandu / penonton fanatik, karena mereka semua adalah orang-orang yang
lebih cepat percaya dan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah
dunia senyatanya. Pada dasarnya, Teori Kultivasi pertama kali di kemukakan oleh
George Gerbner bersama rekan-rekannya di Amenberg School of Communication di
Pennsylvania pada tahun 1969, dalam sebuah artikel yang berjudul “the
television of violence” yang berisikan bagaimana media massa khususnya televisi
menampilkan adegan-adegan kekerasan di dalamnya. Teori kultivasi ini muncul
dalam situasi pada saat terjadi perdebatan antara kelompok ilmuwan komunikasi
yang meyakini bahwa efek sangat kuat dari media massa. Teori Kultivasi
muncul untuk meyakinkan orang bahwa efek media massa lebih bersifat kumulatif
dan lebih berdampak pada tataran social budaya ketimbang individual. Signorielli
dan Morgan pada tahun 1990 mengemukakan bahwa analisis kultivasi merupakan
tahapan lanjutan dari penelitian efek media yang sebelumnya dilakukan Gerbner
yaitu “Cultural Indicator” yang menyelidiki Proses institusional dalam produksi
isi media, image atau kesan isi media serta hubungan antara terpaan pesan
televisi dengan keyakinan dan perilaku khalayak. Dalam penelitian lanjutan yang
dilakukan oleh Gerbner diketahui bahwa penonton Televisi dalam kategori berat
mengembangkan keyakinan yang berlebihan mengenai dunia sebagai tempat yang
berbahaya dan menakutkan. Sedangkan kekerasan yang mereka saksikan di Televisi
menambah ketakutan sosial yang membangkitkan pandangan bahwa lingkungan mereka
tidak aman dan tidak ada orang yang dapat dipercaya.
Terdapat
tiga asumsi dasar teori kultivasi yang dikemukakan oleh Gerbner yaitu : 1).
Secara Esensial Dan Fundamental Televisi Berbeda Dengan Media Yang Lain. Asumsi
ini menunjukkan bahwa spesifikasi keunikan dari Televisi yaitu kelebihan
Televisi menjadikannya istimewa seperti televise tidak memerlukan sederetan
huruf-huruf seperti halnya media cetak lainnya, televisi bersifat audio dan
visual yang dapat dilihat gambar dan suaranya, Televisi tidak memerlukan
Mobilitas atau memutar tayangan yang disenangi dan karena aksesibilitas dan
avaibilitasnya untuk setiap orang membuat Televisi menjadi pusat kebudayaan
masyarakat kita. 2). Televisi Membentuk Cara Kita Berfikir Dan Berhubungan.
Asumsi ini masih berkaitan dengan pengaruh tayangan Televisi, pada dasarnya
Televisi tidak membujuk kita untuk benar-benar meyakini apa yang kita lihat di
Televisi, berdasarkan asumsi ini, Teori Kultivasi mensuplay alternative
berfikir tentang tayangan kekerasan di Televisi. 3). Televisi Hanya Memberi
Sedikit Dampak. Asumsi yang terakhir ini mungkin agak berbeda dengan asumsi
dasar Teori Kultivasi, namun Gerbner memberiikan analogi ice age untuk memberi
jarak antara teori kultivasi dan asumsi bahwa Televisi hanya memberikan sedikit
efek atau dampak. Dalam analogi ice age menganggap bahwa Televisi tidak harus
mempunyai dampak tunggal saja akan tetapi mempengaruhi penontonnya melalui
dampak kecil yang tetap konstan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar